Selasa, 23 November 2010

asuhan keperawatan pada pasien Cephalgia

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan rentang sehat – sakit maka status kesehatan seseorang dapat dibagi dalam : keadaan optimal sehat - sakit ringan - sakit berat - meninggal dunia. Apabila individu berada dalam area sehat maka dilakukan upaya pencegahan primer (Primary Prevention) dan perlindungan khusus (Specific Protection) agar terhindar dari penyakit. Apabila individu dalam area sakit maka dilakukan upaya pencegahan sekunder dan tertier, yaitu dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, pencegahan perburukan penyakit dan rehabilitasi ( Ali, 2002 : 33 ).
Menurut A. Blum dalam Ali ( 2002 : 34 ) rentang sehat sakit dipengaruhi oleh : prilaku manusia, keturunan, pelayanan kesehatan, lingkungan, dan faktor sosial ekonomi.
Sakit adalah suatu keadaan yang mengganggu keseimbangan status kesehatan biologis (jasmani), psikologis (mental), sosial dan spiritual yang mengakibatkan gangguan fungsi tubuh, produktivitas dan kemandirian individu baik secara keseluruhan maupun sebagian ( Ali, 2002 : 32 ).
Penyakit adalah kegagalan dari mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi atau struktur dari bagian, organ atau sistem dari tubuh (Azwar, 1999 : 28).
Pelayanan keperawatan, diberikan akibat adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan untuk melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari. Kegiatan dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama (PHC) sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesional keperawatan ( Ali, 2002:11).
Perawat professional menurut PPNI dalam (Ali, 2002:15) adalah tenaga keperawatan yang berasal dari jenjang pendidikan tinggi keperawatan (Ahli Madya, Ners, Ners Spesialis, Ners Konsultan).
Keperawatan sebagai suatu profesi, dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pengembangannya harus mampu mandiri, untuk itu memerlukan suatu wadah yang mempunyai fungsi utama untuk menetapkan, mengatur serta mengendalikan berbagai hal yang berkaitan dengan profesi seperti pengaturan hak dan batas kewenangan, standar praktek, standar pendidikan, legislasi, kode etik profesi dan peraturan lain yang berkaitan dengan profesi keperawatan
Standar asuhan keperawatan meliputi : pengkajian ; perawat mengumpulkan data kesehatan klien, diagnosis ; perawat menganalisis data pengkajian dan menentukan diagnosis, perencanaan ; perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang menggambarkan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan, implementasi ; perawat mengimplementasikan intervensi yang diidentifikasikan dalam rencana asuhan keperawatan dan evaluasi ; perawat mengevaluasi kemajuan klien dalam mencapai hasil yang diharapkan (Doenges, dkk, 2000 : 3).
Keperawatan neurologi adalah spesialisasi yang menuntut pemahaman tentang neuroanatomi, neurofisiologi, neurodiagnostik. Keperawatan kritis dan keperawatan rehabilitasi selain itu pengkajian yang terus menerus pada fungsi neurologis dan kebutuhan kesehatan pasien, peran perawat adalah mengidentifikasi masalah, membuat tujuan bersama, menjalankan kegiatan langsung, menggunakan intervensi yang tepat (menyangkut penyuluhan, konseling dam koordinasi kegiatan) dan mengevaluasi hasil keperawatan (Brunner dan Suddarth, 2002 : 2108).
Masalah-masalah neurologik dapat mengakibatkan perubahan kognitif, sensori dan perubahan neuromuskular seseorang dan dapat merugikan citra diri, namun perawat dan tim kesehatan memberikan perawatan esensial, memberikan berbagai solusi untuk masalah yang ada (Brunner dan Suddarth, 2002 : 2108).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui konsep gangguan neurologis secara umum
Mengetahui pelaksanaan keperawatan disfungsi neurologis secara umum
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian system saraf
b. Mengetahui sel-sel pada system saraf
c. Mengetahui anatomi fisiologi system saraf
d. Mengetahui pemeriksaan pada system saraf
e. Mengetahui proses keperawatan pada system saraf
f. Mengetahui contoh penyakit dan penatalaksanaannya pada system saraf
C. Manfaat
1. Meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya dalam system neurologis
2. Memenuhi kebutuhan tugas perkuliahan












BAB II
ISI
A. Pengertian
Sistem saraf merupakan salah satu organ yang berfungsi menyelenggarakan kerjasama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh (Setiadi, 2007 : 209)
B. Sel-sel pada sistem saraf
1. Neuron
Neuron adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan sitoplasma. Neuron terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut :
a. Badan sel
Yaitu bagian yang mengendalikan metabolisme keseluruhan neuron
b. Akson
1) Suatu proses tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari dendrit. Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel lain atau ke badan sel neuron yang menjadi asal akson )arah menuju keluar sel)
2) Semua akson dalam sistem saraf perifer dibungkus oleh lapisan schwann (neurolema) yang dihasilkan oleh sel-sel schwann
3) Mielin berfungsi sebagai insulator listrik dan mempercepat hantaran impuls saraf
c. Dendrit
Yaitu perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek yang berfungsi sebagai penghantar impulas ke sel tubuh. Permukaan dendrit penuh dengan spina dendrite yang dikhususkan untuk berhubungan dengan neuron lain
2. Sel Neuroglial
Merupakan sel penunjang tambahan pada susunan saraf pusat yang berfungsi sebagai jaringan ikat yang mensupport sel nerovous sistem
3. Sistem komunikasi sel
Daya kepakaan dan daya hantaran merupakan sifat utama dari mahluk hidup dalam bereaksi terhadap perubahan sekitarnya. Rangsangan ini dinamakan stimulus, sedangkan reaksi yang dihasilkan dinamakan respon, alat penghantar stimulus yang berfungsi menerima rangsangan disebut reseptor sedangkan yang menjawab stimulus disebut efektor seperti otot, sel, kelenjar dan sebagainya
Hubungan reseptor dan efektor terjadi melalui sistem sirkulasi dengan perantaraan zat kimia yang aktif atau melalui hormone yang melewati tonjolan protoplasma dari satu sel berupa benang serabut. Sel yang merupakan tonjolan ini dinamakan neuron. Serangkaian neuron terdiri dari neuron reseptor dan neuron efektor yang akan membentuk arkus refleks. Ada dua tonjolan neuron sensorik, yaitu sarafperifer dan saraf pusat. Yang perifer berhubungan dengan ujung (otot dan kulit) dikenal sebagai dendrite dan tonjolan ke pusat disebut akson (neurit) (Setiadi, 2007 : 211)
C. Anatomi dan Fsiologi sistem persarafan
Sistem saraf terdiri dari otak, medula spinalis dan saraf perifer, struktur-struktur ini bertanggung jawab untuk kontrol dan koordinasi aktivtas sel tubuh melalui inpuls-inpuls elektrik, perjalanan inpuls tersebut berlangsung melalui serat-serat saraf secara langsung dan terus – menerus, respon seketika sebagai hasil dari hasil potensial listrik yang mentransmisikan sinyal-sinyal (Brunner dan Suddarth, 2002 : 2074).
Sistem saraf Pusat
1. Otak
Otak terbagi menjadi tiga bagian besar ; serebrum, batang otak dan serebelum, semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut tengkorak, yang melindungi otak dari cedera, empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak : yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital, pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa, bagian fossa anterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer, bagian tengah berisi lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian possa posterior berisi batang otak dan medula (Brunner dan Suddarth, 2002 : 2074).

a. Perkembangan otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal :
1) Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, talamus serta hipotalamus. Fungsi menerima dan mengintegrasikan informasi mengenai kesadaran dan emosi
2) Otak tengah, mengkoordinir otot berhubungan dengan penglihatan dan pendengaran. Otak ini menjadi tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus
3) Otak belakang (pons), bagian otak yang menonjol kebanyakan tersususn dari lapisan fiber (berserat) dan termasuk sel yang terlibat dalam pengontrolan pernafasan
Otak belakang ini menjadi :
a) Pons varoli, membantu meneruskan informasi
b) Medula oblongata, mengendalikan fungsi otomatis organ dalam (internal)
c) Serebelum, mengkoordinasikan pergerakan dasar
b. Pelindung otak
Otak dilindungi oleh :
1) Kulit kepala dan rambut
2) Tulang tengkorak dan columna vertebral
3) Meningen (selaput otak)
c. Bagian-bagian otak
Bagian dari otak secara garis besar terdiri dari :
1) Cerebral hemisphere (cerebrum ; otak besar)
Berpasangan (kanan dan kiri) bagian atas dari otak yang mengisi lebih dari setengah masa otak. Permukaannya berasal dari bagian yang menonjol (gyri) dan lekukan (sulci)
Cerebrum dibagi dalam 4 lobus yaitu :
a) Lobus frontalis, menstimulasi pergerakan otot, yang bertanggung jawab untuk proses berpikir
b) Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang merupakan sensasi perabaan, tekanan dan sedikit menerima perubahan temperatur
c) Lobus occipitalis, mengandung area visual yang menerima sensasi dari mata
d) Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima sensasi dari telinga
Area khusus otak besar
a) Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor sensori tubuh
b) Primary motor area yang mengirim impuls ke otot skletal
c) Broca’s area yang terlibat dalam kemampuan bicara
2) Cerebelum (otak kecil)
Terletak dalam fosa cranial posterior, dibawah tentorium cerebelum bagian posterior dari pons varoli dan medula oblongata. Cerebelum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan fermis. Berat cerebelum lebih kurang 150 gram (85-90%) dari berat otak sebelumnya
Fungsi cerebelum mengembalikan tonus otot diluar kesadaran yang merupakan suatu mekanisme saraf yang berpengaruh dalam pengaturan dan pengendalian terhadap :
a) Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh
b) Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan di bawah pengendalikan, kemauan dan mempunyai aspek ketrampilan
Setiap pergerakan memerlukan koordinasi dalam kegiatan sejumlah otot. Otot antagonis harus mengalami relaksasi secara teratur dan otot sinergis berusaha memfiksasi sendi sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh bermacam pergerakan.
3) Ventrikel otak
Yaitu beberapa rongga yang saling berhubungan di dalam otak dan berisi cairan serebrospinalis. Fungsi dari cairan cerebrospinalis adalah :
a) Sebagai buffer
b) Sebagai buffer
c) Melindungi otak dan sumsum tulang belakang dari goncangan dan trauma
d) Menghantarkan makanan ke sistem saraf pusat
Ada tiga jenis kelompok saraf yang dibentuk oleh saraf cerebrospinalis yaitu :
a) Saraf sensorik (saraf afferen), yaitu membawa impuls dari otak dan medula spinalis ke perifer
b) Saraf motorik (saraf efferent), menghantarkan impuls dari otak dan medula spinalis ke perifer
c) Saraf campuran, yang mengandung serabut saraf motorik dan sensorik, sehingga dapat menghantar impuls dalam dua jurusan
2. Medula Spinalis
Disebut juga sumsum tulang belakang, yang terlindung di dalam tulang belakang dan berfungsi untuk mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh, serta berperan dalam
a. Gerak refleks
b. Berisi pusat pengontrolan
c. Pengatur tekanan darah
d. Breathing/pernafasan
e. Swallowing/menelan
f. Vomitting / muntah (Setiadi, 2007 : 211)
Sistem saraf perifer
Sistem saraf perifer menyampaikan informasi antara jaringan dan saraf pusat (CNS) dengan cara membawa Signal dari dan ke CNS
a. Susunan Saraf Somatik
Yaitu susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktivitas otpt sadar dan serat lintang, saraf ini melakukan sistem pergerakan otot yang disengaja ataupun tanpa disengaja. Saraf ini meliputi gerakan (lingkaran) refleks
Gerakan refleks merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tubuh dan terjadi jauh lebih cepat dari gerakan sadar, misalnya menutup mata ketika terkena debu, refleks tergantung pada terdapatnya arkus refleks yang terdiri dari organ sensoris dan serat-serat saraf yang membawa impuls ke sistem saraf pusat, saraf motorik yang membawa impuls ke otot. Refleks ini terjadi dari rangsangan sensoris langsung menuju jalur motoris tanpa melalui otak,
Mekanisme :


b. Susunan Saraf otonom
Yaitu susunan saraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi pekerjaan otot sadar dan serat lintang. Dengan membawa sistem informasi ke otot halus atau otot jantung yang dilakukan otomatis
Menurut fungsinya saraf otonom terdiri dari dua bagian yaitu :
1) Susunan saraf simpatis
Terletak didepan kolumna vertebrata dan berhubungan dengan sumsum tulang belakang melalui serabut- serabut saraf. Sistem syaraf ini terdiri dari serangkaian urat kembar yang bermuatan ganglion, urat-urat ini bergerak dari dasar tengkorak yang terletak didepan lokasi sebagai ganglion koksi.
2) Susunan saraf parasimpatis
D. Pemeriksaan Neurologis
1. Fungsi Serebral
Serebral yang tidak normal dapat menyebabkan gangguan dalam komunikasai, fungsi intelektual dan dalam pola tingkah laku emosional
a. Status Mental
b. Fungsi Intelektual
c. Daya Pikir
d. Status Emosional
e. Persepsi
f. Kemampuan Motorik
g. Kemampuan Bahasa



2. Glasgow Coma Scale
Penilaian Nilai
1. Membuka mata
a. Spontan
b. Dengar perintah
c. Dengan nyeri
d. Tidak berespon
2. Respon motorik terbaik
a. Dengan perintah
b. Melokalisasi nyeri
c. Menarik area yang nyeri
d. Fleksi abnormal
e. Ekstensi
f. Tidak berespon
3. Respon verbal
a. Berorientasi
b. Bicara membingungkan
c. Kata-kata tidak tepat
d. Suara tidak dapat dimengerti
e. Tidak ada respon
4
3
2
1

6
5
4
3
2
1

5
4
3
2
1

3. Pemeriksaan saraf cranial
Saraf cranial terderi dari I sampai XII, yang disesuaikan dengan lokasinya
E. Proses Keperawatan pada pasien disfungsi neurologis
1. Pengkajian
Pengkajian pada fungsi neurologis mencakup :
a. Uji terhadap banyak area fungsi mayor, termasuk fungsi serebral, saraf kranial, sistem motorik, maupun fungsi sistem sensoris dan respon refleks
b. Pengkajian gerakan pasien dan menanyakan sesuai dengan perubahan sensasi pada bagian awal pengkajian.
c. Pada bebearapa pengkajian disfungsi neurologis, perawat mengobservasi tingkat kesadaran pasien dan menentukan apakah terdapat gangguan kesadaran atau perubahan status mental dan emosional.
d. Fungsi kognitif di uji dengan cara pasien mengatakan sendiri orientasinya terhadap orang, tempat dan waktu
e. fungsi intelektual dievaluasi dengan jawaban pertanyaan pengetahuan umum, kemampuan memberi alasan yang diketahui dan pengkajian ingatan baru dan ingatan jauh,
f. Pengkajian tentang kemampuan bahasa individu, hilangnya fungsi dan adanya perubahan fungsi merupakan indikasi neurologis (Brunner dan Suddarth, 2002 : 2074).
2. Diagnosis
Rentang diagnosa keperawatan pada pasien dengan kondisi neurologis meliputi :
a. Pola nafas tidak efektif
b. Kerusakan menelan
c. Kerusakan integritas kulit
d. Kerusakan mobilitas fisik
e. Kurang perawatan diri
f. Nyeri
g. Hipertermia
h. Perubahan membran mukosa mulut
i. Kerusakan integritas kulit
j. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
k. Perubahan eliminasi uraninarius dan usus
l. Perubahan proses pikir
m. Disfungsi seksual
n. Koping individu tidak efektif
o. Perubahan proses keluarga
3. Perencanaan dan implementasi
Sasaran : untuk pasien dengan disfungsi neurologis mencakup perbaikan status respiratori dan menelan, mempertahankan integritas kulit dan kebersihan mulut, peningkatan mobilisasi dan perawatan diri, nyeri berkurang, sushu tubuh terkontol, meningkatkan koping, kognitif dan fungsi seksual serta tidak terjadi komplikasi (Brunner dan Suddarth, 2002 : 2108).
Intervensi keperawatan
a. Memperbaiki pernafasan
1) Memantau ventilasi alveolar yang adekuat dengan pengukuran frekuensi pernafasan, kapasitas vital dan pernafasan
2) Mengekstensikan kepala dan mengangkat rahang
3) Tempatkan pasien dalam posisi miring yang memungkinkan untuk mencegah lidah jatuh kebelakang
b. Meningkatkan kemampuan menelan
1) Observasi tingkat kesadaran
2) Penempatan posisi tidur dengan menghindari aspirasi
3) Membersihkan jalan nafas dan obstruksi
4) Pemberian makanan perselang
c. Mempertahankan integritas kulit
1) Mengobservasi keadaan kulit
2) Mengubah posisi sesering mungkin
3) Mempertahankan kesejajaran tubuh
4) Menghindari tekanan pada bagian tubuh
d. Meningkatkan mobilitas fisik
1) Observasi keterbatasan gerak pasien
2) Pemberian latihan gerak aktif ataupun pasif
3) Izinkan pasien berpartisipasi dalam latihan gerak
e. Meningkatkan perawatan diri
1) Mengobservasi rentang gerak pasien
2) Mengajarkan tekhnik perawatan diri
3) Izinkan pasien melakukan perawatan diri
f. Mengurangi nyeri
1) Mengobservasi lokasi, penyebaran dan derajat serta identitas nyeri
2) Pemberian tekhnik relaksasi
3) Mengalihkan perhatian pasien dari nyeri
4) Penyuluhan kepada pasien tentang nyeri
5) Kolaborasi pemberian analgesik
g. Penatalaksanaan hipertermi
1) Observasi suhu tubuh pasien
2) Pemberian kompres
3) Semua selimut yang menutupi pasien harus dilepas
4) Pemberian antipiretik
h. Mempertahankan kebersihan mulut
1) Observasi kebersihan mulut pasien
2) Penyedotan lender
3) Perbaikan selang endotrakea
i. Mempertahankan perawatan mata
1) Pemeriksaan keadaan mata
2) Bersihkan perlahan-lahan kelopak mata dengan menggunakan air hangat steril
3) Pemberian air mata buatan
j. Memberikan makanan yang adekuat
1) Observasi intake nutrisi
2) Pada sebagian pasien dapat diberikan makanan perselang
3) Pemberian diet dilakukan melalui kolaborasi dengan tim gizi
4) Menyediakan alat-alat bantu untuk pasien yang mengalami keterbatasan fisik
k. Meningkatkan koping
1) Mengobservasi koping keluarga
2) Membantu mengatasi masalah koping keluarga
3) Libatkan dan didik anggota keluarga dalam perawatan pasien
4. Evaluasi
a. Menunjukkan peningkatan status pernafasan
1) Gas darah arteri dalam rentang yang dapat diterima
2) Tidak ada buni krakles
b. Mengatasi secret tanpa aspirasi
c. Mendemonstrasikan integritas kulit yang adekuat
d. Mendemonstrasikan integritas kulit yang adekuat
e. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri
f. Tidak ada nyeri
g. Mencapai asupan nutrisi ang adekuat
h. Memperlihatkan fungsi kognitif seperti sebelum sakit
i. Memperlihatkan koping ang efektif
j. Tidak terjadi komplikasi (Brunner dan Suddarth, 2002 : 2108-2112)







TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
SISTEM PERSARAFAN : MENINGITIS

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Meningitis adalah inflamasi pada meningen yang diikuti invasi pada cairan spinal oleh suatu agen (Sudarth & Smith,2000).
Meningitis adalah peradangan pada meningia,yang mempunyai gejala berupa bertambahnya jumlah dan berubahnya susunan cairan serebrospinal. (Evelyn, 2000).
Meningitis adalah radang pada menigen (membran yang mengelilingi otak dan mdula spinalis) yang disebabkan virus,bakteri, bakteri dan organ jamur.(Smeltzer & Bare, 2001)
Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis adalah perdangan pada selaput menigen yang disebabkan virus,bakteri,organ jamur dan bakteri yang mempunyai gejala bertambahnya jumlah dan berubahnya susunan cairan serebro spinal.
2. Anatomi Dan Fisiologi
a. Anatomi Menigen
Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi struktur halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebro spinal), memperkecil benturan atau getaran (Syaifudin, 1997).
Meningen adalah jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung dan memelihara otak. (Smeltzer dan Bare, 2001).
Tiga bagian meningen:
1) Durameter
Lapisan paling luar;menutup otak dan medula spinalis . Sifat durameter liat,tebal,tidak elastis,berupa serabut dan berwarna abu-abu. Bagian pemisah dura: falx serebri yang memisahkan kedua hemisfer di bagian longitudinal dan tentorium yang merupakan lipatan dari dura yang membentuk jaring-jaring membran yang kuat. Jaring ini mndukung hemisfer dan memisahkan hemisfer dengan bagian bawah otak (fossa posterior).
2) Arachnoid
Merupakan membran bagian tengah ;memran yang bersifat tipis dan lembut ini menyerupai sarang laba-laba, oleh lkarena itu disebut arakhnoid. Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arakhnoidterdapat flexus khoroid yang bertanggung jawab memproduksi cairan serebro spinal (CSS). Membtan ini mempunyai bentuk seperti jari tanganyang disebut arakhnoid villi, yang mengabsorpsi CSS. Pada usia dewasa normal CSS diproduksi 500 cc dan diabsorpsi oleh villi 150 cc.
3) Piameter
Membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis,transparan,yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.Piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur jaringan ikat yang disebut trabekel.
b. Fisiologi Cairan SerebroSpinal (CSF)
Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid . Cairan ini bersifat alkali, bening mirip plasma. Tekanannya 60-140 mm air.. Cairan ini disalurkan oleh plexus khoroid ke dalam ventrikel-vntrikel yang ada dalam otak; cairan itu masuk kedalam kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga ke dalam ruang subarakhnoid melalui celah-celah yang terdapat pada vntrikel ke empat.
Setelah cairan ini dapat melintasi ruangan diseluruh permukaan sumsum tulang belakang hingga akhirnya kembali ke sirkulasi vena melalui granulasi arakhnoid (granulatio arfachnoidalis) pada sinus sagitalis superior.
Oleh karena itu susunan ini maka bagian saraf otak dan sumsum tulang belakang yang sangat halus, terletak diantara dua lapisan cairan-lapisan cairan sebelah dalam yang merupakan isi dari ventrikel-ventrikel otak dan saluran sumsum tulang belakang, dan cairan sebelah luar yang berada dalam ruang subarakhnoid. Dengan adanya “kedua bantalan air” ini, maka sistem persyarafan terlindung baik.
Fungsi dari cairan ini bekerja sebagai buffer, melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Menghantarkan ke jaringan sistem persayarafan pusat.
3. Etiologi
Meningitis disebabkan oleh bebagai organisme (jamur,virus dan bakteri). Contoh bakteri yang umumnya mengakibatkan meningitis adalah:
Haemophillus influenza, Neisseria Meningitis, Diploccus Meningitis, Diplococcus Pneumoniae, Streptococcus group A, Stphylococcus aureus, Escerchia coli, Kleibsiela, Proteus, Pseudomonas ( Donna Ignativicus,1995).



4. Patofisiologi
a. Mekanisme Penyakit
Meningitis tuberkolosa terjadi sebagai infeki sekunder dari proses tuberkolosa primer di luar otak yang membentuk tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih pada permukaan otak, selapu otak, sumsum tulang belakang dan tulang. Kemudian tuberkel pecah dan melunak sehingga masuk ke sub arakhnoid dan ventrikulus dan terjadi peradangan difus pada piameter, arakhnoid,CSS, ruang sub arakhnoid dan ventrikulus. Terjadi penyebaran sel-sel leukosit PMN ke dalam ruang subarakhnoid dan terbentuk eksudat. Eksudat yang mengandung bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk di sub arachnoid dan beraumulasi dngan cerebrospinal Fluid (CSF). Ini akan mempengaruhi aliran CSF sepanjang otak dan spinal cord dan mempengaruhi absorpsi di arachnoid sehingga bisa menyebabkan hidrocephalus.
Adanya eksudat antara subarachnoid dapat menyebabkan respom inflamasi selanutnya dan meningkatkan tekanan intrakranial (TTIK/ICP). Eksudat yang tersimpan berlebih di otak,cranial nervus dan spinal nervus. Sel meninen menjadi edema dikarenakan membran tidak dapat mengatur aliran cairan kedalam dan keluar sel. Meningkatnya vasodilatasi pada pembuluh darah diserebral terjadi, yang dapat menyebabkan rupture atau thrombosispada dinding pembuluh darah. jaringan otak dapat menjadi infark dan terus meningkatkan ICP. Proses ini akan menyebabkan infeksi kdua dari otak seperti encephalitis atau keusakan neurologis lebih lanjut.
Gejala yang ditimbulkan adalah sakit kepala,perubahan tingkat kesadaran, iritasi meningen , kejang dan peningkatan TIK.

b. Dampak Meningitis terhadap kebutuhan Dasar Manusia
1) Sistem Pernafasan
Adanya peningkatan TIK/ daerah serebral yang terkena menyebabkan perubahan tipe dari pola pernafasan dan mungkin indikasi perlunya untuk melakukan intubasi dengan disertai pemasangan ventilator mekanik. Sangat penting untuk dihayati, pasien dengan kesadaran menurun memerlukan upaya membebaskan jalan nafas. pasien yang menderita tekanan intrakranial perlu mendapat tambahan oksigen guna mencegah hipoksia yang dapat meningkatkan tekanan darah lebih lanjut.
2) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada frekuensi (tersering adalah bradikardia) dan disritmia dapat terjadi,yang mencerminkan trauma/ tekanan batang otak pada tidak adanya penyakit jantung yang mendasari. Perubahan kompensasi teradi pada vaskuler otak relatif terhadap hipoksia. Herniasi, sesungguhnya bisa menyebabkna asheni pada puast vasomotor. Ini merangsang serabut vasoconstrictor, mengakibatkan sistolik dari tekanan darah meningkat.
Bila tekanan intracranial terus berlanjut tekanan darah bisa turun, terutama diastolic. Kenaikan sistolic yang disusul dengan penurunan tekanan darah yang tajam biasanya terjadi bila kondisi pasien memburuk.
Tekanan pada pusat vasomotor juga meningkatkan transmisi impuls parasimpatis melalui nervus vagus ke jantung; sebagai akibatnya nadi menjadi lambat. Melambatnya nadi yang berhubungan dengan kenaikan sistoli merupakan observasi yang menonjol tekanan darah denyut nadi yang konsisten harus diambil pada lengan yang sama.

3) Sistem Pencernaan
Adanya mual dan muntah pada klien meningitis dapat menurunkan nafsu makan. Penurunan kesadaran dan adanya parese pada syaraf kranial N V,VII menyebabkan kemampuan makan klien per oral klien lemah. Penurunan cardiac output dapat menyebakan menurunnya peristaltik usus dan dapat meningkatkan transit time feses.
4) Sistm Muskuloskeletal
Kompresi pada jalur neuron motorik atas (jalur coticospinal) menghentikan transmisi impuls ke neuron bawah, dan tibul kelemahan otot yang prgresif. Adanya nyeri pada otot mungkin berhubungan dengan demam dan perubahan posisi.
5) Sistem Persyarafan
Terjadi disorientasi, hilangnya memori dan terjadinya penurunan kesdaran. Terjadi disfungsi saraf kranial III,IV,VI dan VIII. Perubahan pupil terjadi karena pupil yang di kontrol oleh NII membawa syaraf serabut sensoris, motoris, parasimpatis dan simpatis. Peningkatan tttekanan atau perluasan volume intrakranial menimbulkan penekanan pada batang otak di mana NII bermuara. Diplopia dapat terjadi paralisis atau kelemahan otot-otot yang mengontrol mata.Adanya congesti venosus dan ketegangan pembuluh darah intra cranial karena tekanan otak meningkat dapat mengakibatkan nyeri kepala.
6) Sistem Integumen
Kegagalan pusat termoregulatotor karena tekanan timbul kemudian pada peningkatan tekanan intracranial bila peningkatan terus meningkat, sehingga suhu tidak terkendali. Hipertermi perlu diamati karena ini bisa menaikan tingkat metaolisme pada jaringan otak. Adanya rash makular merah terdapat pada meningitis meningococcal.
7) Sistem Perkemihan
Stimulasi abnormal pada area hipothalamus dapat meningkatkan jumlah antidiuretic hormone (ADH) (vasopressin). Ini menyebabkan retensi dan dilusi dari serum sodium dan meningkatkan eksresi sodium oleh ginjal yang disebut Inappropriate Antidiuretic hormon (SIADH).
5. Manjemen Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut Donna Ignativicus (1995) meliputi:
a. Pengkajian Neurologis
- Ukur TTV sekurang-kurangnya 4 jam sekali atau sesuai indikasi
- Pantau nervus kranial III, IV, VI dan VII dan VIII
- Pantau keluaran urine
b. Therapi Obat
Dilakukan untuk menghindari komplikasi termasuk hiperosmolar agen, steroid dan antikonvulsan. Dalam memberikan therpi perwat harus :
- Yakinkan klien tidak alergi terhadap obat
- Mulai berikan antar 1-2 jam setelah obat diorderkan
- Berikan pengobatan tepat waktu untuk menjaga keefektivan pengobatan.
- Monitor dan catat respon pasien erhadap pengobatan.
c. Isolasi
Untuk pasien menigitis bakterial, perwat harus waspada pada 24 jam pertama pengobatan.
d. Mencegah kejang
Perawat harus waspada terhadap timpbulnya kejang dengan menjaga penghalang tempat tidur dan meposisikan tempat tidur menjadi lebih rendah. Peralatan suction dan oksigen harus selalu tersedia. Jika terjadi kejang perwat harus melaporkan :
- Deskripsi terjadinya kejang
- Lamanya kejang
- Terjadinya deviasi mata
- Intervensi yang digunakan untuk mengatasi kejang
e. Pengendalian nyeri
Pengendalian nyeri dapat dilakukan dengan tindakan medik dan nonmedik. Perwat dapat mengelevasikan kepala 30° dan mengajarkan agar tidak memfleksikan leher dan pinggul. Perwat juga harus menjaga ketenangan kamar dan menghindarkan cahaya.
Analgetik seperti asetaminophen (Tylenol. Ace-tabs atau kodein mungkin dapat mengurangi nyeri yang berat
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melaksanakan tindakan yang telah direncanakan (Muray, dalam Effendy, 1997).
Perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan klien harus melalui proses keperawatan sesuai dengan teori dan konsep keperawatan dan diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir meliputi pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Data biografi yang meliputi identitas klien yaitu nama, umur jenis kelamin, agama, suku/bangsa, status perkawinan, alamat, hubungan klien dan penanggung jawab.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Umumnya paien meningitis datang dengan keluhan penurunan kesdaran dan nyeri kepala yang hebat. Riwayat kesehatan saat dikaji meliputi tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah klien pernah mengalami infeksi pada traktus respirasi, telinga, hidung dan sinus. Kaji apakah klien pernah mengalami trauma kepala atau fraktur tulang tengkorak. Kaji apakah pernah mendapat therapi imunosuprsan, prosedur pembedahan terutama neurologis, telinga dan hidung. kaji apakah klien pernah mendapat chemotherapi.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, adanya kontak dengan penderita TB, riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernafasan
Kaji apakah ada pernafasan cuping hidung dan sianosis akibat hipoksia, kaji adanya nyeri tekan pada daerah sinus, kaji adanya perubahan tipe dari pola pernafasan akibat peningkatan TIK/ daerah serebral. Kaji adanya suara ronchi atau wheezing akibat penumpukan sekret disaluran nafas dan kemampuan bernafas klien karena pasien dengan kesadaran menurun memerlukan upaya membebaskan jalan nafas. pasien yang menderita tekanan intrakranial perlu mendapat tambahan oksigen guna mencegah hipoksia.
b). Sistem Kardiovaskular
Kaji warna konjungtiva akibat penurunan intake nutrisi yang menyebabkan Hb berkurang, kaji perubahan pada frekuensi (tersering adalah bradikardia) dan disritmia yang mencerminkan trauma/ tekanan batang otak pada tidak adanya penyakit jantung yang mendasari. Kaji peningkatan sistolik dari tekanan darah akibat herniasii yang bisa menyebabkan asheni pada puast vasomotor yang merangsang serabut vasoconstrictor.
Bila tekanan intracranial terus berlanjut kaji penurunan tekanan darah, terutama diastolic. Kenaikan sistolic yang disusul dengan penurunan tekanan darah yang tajam biasanya terjadi bila kondisi pasien memburuk.
Kaji adanya perlambatan nadi akibat tekanan pada pusat vasomotor juga meningkatkan transmisi impuls parasimpatis melalui nervus vagus ke jantung; sebagai akibatnya nadi menjadi lambat.
c) Sistem Pencernaan
Kaji kelembapan mukosa bibir karena dehidrasi akibat hipertermi, kaji adanya mual dan muntah yang dapat menurunkan nafsu makan. Kaji kemampuan makan akibat adanya parese pada syaraf kranial N V,VII kaji bising usus akibat adanya penurunan cardiac output dapat menyebakan menurunnya peristaltik usus dan dapat meningkatkan transit time feses sehingga mudajh terjadi konstipasi.
d) Sistem Muskuloskeletal
Kaji adanya kelemahan otot yang prgresif akibat kompresi pada jalur neuron motorik atas (jalur coticospinal) menghentikan transmisi impuls ke neuron bawah. Kaji adanya nyeri pada otot akibat perubahan posisi seperti fleksi pada leher dan pinggul.
e) Sistem Persyarafan
Kaji tingkat kesadaran dan GCS (kemapuan visual, verbal dan motorik) klien), orientasi klien terhadap orang,tempat dan waktu juga kemampuan memory. Kaji saraf kranial NII,IV, VII dan VIII yaitu adanya reaksi pupil terhadap cahaya, palsi okular, nistagmus diplopia, paresis fasial, ketulian dan vertigo. Kaji adanya hiperalgesia (meningkatnya sensitivitas nyeri). Adanya congesti venosus dan ketegangan pembuluh darah intra cranial karena tekanan otak meningkat dapat mengakibatkan nyeri kepala. Sakit kepala karena adanya ICP biasany intensitasnya semakin meningkat bila batuk, mengedan pada waktu BAB, membungkuk. Sakit kepala biasnya muncul pada pagi hari dan dapat membangunkan pasien dari luar.
Tes neningen:
(1) Tanda Brudzinski
Pada adanya iritasi meningeal, maka gerakan fleksi di sendi panggul dengan tungkai dalam posisi lurus (di sendi lutut), membangkitkan secara reflektorik gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul tungkai kontralateral.
Gerakan reflektorik itu mencegah timbulnya nyeri yang dapat dibangkitkan oleh peregangan radiks-radiks saraf spinal. Cara membnagkitkan tanda tersebut adalah dengan cara pasien berbaring dalam posisi terlentang. Salah satu tungkai diangkat dalam sikap lurus di sendi lutut dan ditekukan di sendi panggul. Tes ini adalah positif apabila pada tungkai kontralateral timbul gerakan fleksi reflektorik di sendi lutut dan juga di sendi panggul.
(2) Tanda Leher Brudzinski
Pada adanya iritasi meningeal, maka gerakan fleksi leher akan disusul secara reflektorik oleh gerakan fleksi pada kedua tungkai di sendi lutut dan panggul. Gerakan fleksi reflektorik itu mencegah timbulnya nyeri akibat pergerakan radiks-radiks dorsalis.Cara memangkitkan tanda tersebut adalah pasien berbaring dan terlentang. Kepala difleksikan sehingga dagu menyentuh sternum. Tes ini adalah positif (ada iritasi meningeal) apabila gerakan fleksi pasif kepala itu disusul oleh gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
f) Sistem Perkemihan
Kaji adanya retensiatau inkontinensia akibat adanya SIADH.
g) Sistem Integumen
Kegagalan pusat termoregulatotor karena tekanan timbul kemudian pada peningkatan tekanan intracranial bila peningkatan terus meningkat, sehingga suhu tidak terkendali. Hipertermi perlu diamati karena ini bisa menaikan tingkat metbolisme pada jaringan otak. Kaji adanya rash makular merah terdapat pada meningitis meningococcal dan kaji adanya perdarahan sub kutan.
4) Data psikologis
Pasien merasa takut dan cemas akibat keluhan demam, nyeri kepala hebat, nausea, vomitus dan mengantuk. Kaji adanya perubahan status mental, perilaku dan kepribadian.
5) Data sosial
Biasanya didapatkan interaksi klien dengan lingkungannya menjadi menurun dikarenakan adanya penurunan kesdaran dan disorientasi klien terhadap lingkungan.
6) Data spiritual
Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya. Biasanya klien akan merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya.
7) Data Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Pemeriksaan CSF (Cerebro spinal Fluid) : jumlah sel, protein dan konsentrasi glukosa. Konsentrasi glukosa untuk menntukan, kultur, sensitivitas dan Gram.
(2) Pemeriksaan CIE untuk menentukan adanya virus atau protozoa di CSF. CIE juga mengindikasikan bahwa klien pernah mndapat antibiotik sebelumnya.Untuk identifikasi kemunngkinan sumber penyebab infeksi, specimen untuk kultur.
(3) Pemeriksaan CBC (Complete Blood Count) : jumlah leukosit yang biasanya meningkat lebih dari angka nilai normal. Serum glukosa berbanding dengan jumlah glukosa CSF.
(4) Kultur darah, urine, tenggorok dan hidung.
(5) Jumlah natrium karena dalam meningitis biasanya terjadi hiponatremi.
b) Pemeriksaan Diagnostik
(1) CT Scan: menggambarkan adanya edema serebral/ penyakit neurologis lainnya.
(2) Foto rontgen kepala : identifikasi adanya sinus yang terinfeksi
8) Program dan rencana pengobatan
Ampicillin (Polycillin,amcill) atau antibiotik lainnya untuk menghindari komplikasi sampai hasil kultur dan Gram didapatkan..Setelah didapatkan pasien mendapat terapi yang spesifik.
Antibiotik Organism
Penicillin G


Gentamicin

Chlorampenicol Pneumococci
Meningococci
Streptococci
Klebsiella
Pseudomonas
Proteus
Haemophilus influnzae
Analgetik seperti asetaminophen (Tylenol. Ace-tabs0 atau kodein mungkin dapat mengurangi nyeri yang berat
b. klasifikasi data
Pengelompokan data adalah pengelompokan data-data klen atau keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Setelah data dikelompokan maka perawaat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan klien dengan merumuskannya (Nursalam, 2001).
c. Analisa Data
Analisa data adalah proses intelektual yaitu kegiatan mentabulasi, dan mengelompokan data serta mengaitan dengan menentukan kesimpulan dalam bentuk diagnosa keperawatan, biasa ditemukan data objektif dan subjektif (Carpenito, 2000).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyimpanan yang menggunakan respon manusia (status kesehatan, pola interaksi, baik aktual maupun potensial sebagai individu atau kelompok dimana perawat dapat mengidentifikasi dan melaksanakan intervensi secara legal untuk mempertahankan status kesehatan).
Berdasarkan hasil studi kepustakaan dari berbagai literatur, didapatkan diagnosa keperawatan yang muncul menurut (Doengoes, marilyn E) :
a. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan diseminata hematogen dari patogen, stasis cairan tubuh, penekanan respon inflamasi, pemajanan orang lain terhadap patogen
b. Risiko tinggi terhadap perfusi jaringan,perubahan : cerebral berhubungan dengan edema serebral, hipovolemia, masalah pertukaran tingkat seluler (asidosis).
c. Risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan iritasi korteks serebral, keterlibatan ara lokal (kejang fokal), kelemahan, paralisis, parastesia, ataksia, vertigo
d. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen pencedera biologis,adanya proses infeksi/inflamasi, toksin dalam sirkulasi
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan/ ketahanan, kerusakan persepsi/ kognitif, nyeri/ ketidaknyamanan, terapi pembatasan
f. Ansietas/Ketakutan berhubungan dengan krisis situasi;transmisi interpersonal dan keikutsertaan mersakan, ancaman kematian/ perubahan dalam status kesehatan (keterlibtan otak), pemisahan dari sistem pendukung (hospitalisasi).
g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyebab infeksi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan,kesalahan interpreasi informasi, kurang mengingat, keterbatasan kognitif
3. Perencanaan
Perencanaan adalah pengkajian yang sistematis dan identifikasi masalah, penentuan tujuan dan pelaksanaan serta cara atau strategi (Effendy, 2001).
a. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan diseminata hematogen dari patogen, stasis cairan tubuh, penekanan respon inflamasi, pemajanan orang lain terhadap patogen
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi
Kriteria hasil:
 Mencapai masa penyembuhan yang tepat waktu
 Tidak ada bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan



2. Pantau suhu secara teratur. Catat munculnya tanda-tanda klinis dari proses infeksi






3. Auskultasi suara nafas. Pantau kecepatan nafas dan usaha pernafasan C


4. Catat karakteristik urine,seperti warna, kejernihan dan bau.


5. Ubah posisi secara teratur dan anjurkan untuk melakukan nafas dalam

6. Kolaborasi: berikan terapi antibiotika IV sesuai indikas:Penisilin, kloramfenikol, gentamisin, amfoterisin B. 1. Pada fsae awal meningitis, meningokuokus atau infeksi ensefalitis lainnya, isolasi mungkin diperlukan sampai organismenya dikethui/ dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan riiko penyebaran pada orang lain


2. Trapi obat biasanya akan diberikan terus menerus selama kurang lebih 5 hari setelah suhu turun (kemabli normal) dan tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis yang terus menerus merupakan indikasi perkemabngan dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai berminggu-minggu/ berbulan-bulan atau terjadi penyebaran patogen secara hematogen/sepsis


3. Adanya rokhi/mengi,tachipneu dan dan peningkatan kerja pernafasan mungkin mencerminkan adanya akumulasi sekrt dengan risiko terjadikomplikasi terhadap pernafasan

4. Memobilisasi sekret dan meningkatkan kelancaran sekret yang akan menurunkan risiko terhadap pernafasan
5. Urine stasis; dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan risiko terhadap infeksi kandung kemih/awitan/sepsis.

6. Obat yang dipilih dipilih mungkin tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu.